Kamu tertawa dan kamu berbohong. Ada segaris yang kamu lupakan saat kamu bilang malam ini kamu sedang bahagia. Melekuk-lekuk di sudut matamu, tepat di tempat biasa kamu menyimpan semuanya sendiri saja.
Di titik itu, kilauan menjadi-jadi. Berkilau sekali mengalahkan bintang-bintang di atas sana. Mengalahkan berlian di etalase-etalase kaca.
Tapi bukan seperti pandangan bersinar untuk orang terkasih.
Lebih kepada... tatapan nanar seperti butuh belas kasih.
Kamu tertawa dan kamu berbohong. Kamu mungkin baru saja, atau sedang marah. Rekan kerja seperti bukan rekan. Bekerja selalu seperti sendirian.
Di dadamu terasa sesak.
Tapi kamu harus tertawa. Karena di lingkaran ini, di samping kanan dan kirimu, juga ada jiwa.
Kamu tertawa dan kamu berbohong. Mungkin siang tadi kamu makan dan mengunyah dengan gigi geraham mencengkeram. Menelan habis-habisan pertengkaran dan peperangan.
Ini sederhana tapi tak pernah benar-benar sederhana.
Kamu tertawa dan kamu berbohong. Kamu ulangi itu terus-menerus, malam ini. Terbahak-bahak sampai geli semua aliran di nadi.
Kamu tertawa sampai lupa, orang-orang itu tidak pernah peduli kamu berpura-pura.
Kamu tertawa tapi kamu berbohong. Kamu lancang membawa cermin dan memohon agar semuanya dikemas menjadi baik-baik saja.
Agar tawamu malam ini, menjadi doa. Agar esok dan seterusnya, kamu bisa tertawa tanpa kamu harus berbohong. Tanpa kamu harus membuat sebuah kesepakatan seperti orang bodoh.
Kamu menyesal.
Karena kamu tidak melepaskan. Karena kamu belum rela. Karena kamu masih ingin menjadi sorotan. Kamu ingin dianggap bisa padahal malam ini saja, bukan kamu yang tertawa.
Suatu saat, kalau kamu ingat. Genggamlah tangan seseorang. Tanyakan padanya, siapa kamu hingga kamu butuh cinta.
Tanyakan saja. Walau matamu harus basah, walau senyumanmu itu harus merah, tanyakan saja. Jangan berpikir terlalu lama karena yang kamu butuhkan mungkin bukan hiburan. Tapi kehadiran seseorang.
Untuk yang begitu kusayangi, diri sendiri. Berhentilah tertawa dengan berbohong jangan terlalu banyak bercanda!