Apa kabar? Semoga kau selalu baik-baik saja seperti terakhir
kali kita bertemu tanpa bersapa.
Jadi bagaimana? Siapa perempuanmu yang sekarang sedang
menderita? Yang kau ambil hatinya di awal secara paksa hingga dia jatuh hati dengan amat sangat, lalu membuangnya seperti tak pernah ingat
pernah bersama.
Kalau dia masih terlihat bahagia dan begitu kasmaran padamu,
semoga hingga nanti dia akan tetap seperti itu. Karena disakiti kamu itu
melelahkan. Apalagi saat kamu tak peduli akan itu.
Aku ragu kau masih sama seperti dulu, menganggap semua
perempuan tak pernah punya hati seperti kamu. Sehingga ketika kamu
menyakitinya, APA? Kamu merasa tidak melukai hatinya?
Kamu malah merasa dia hanya
sedang tidak bahagia dan itu bukan karenamu?
Kamu ini apa?
Kamu tidak pernah merasa
telah membuat sebuah kesalahan dengan perempuan manapun. Kamu selalu membuat
dirimu menjadi benar atas segala hal. Padahal kamu pun manusia, tempatnya salah
dan dosa.
Kamu, yang pandai meninggalkan, tak ada bedanya, dengan
mereka yang datang dan pergi tanpa kejelasan, dengan mereka yang selalu suka
menggantung hubungan, dengan mereka yang mendua tanpa takut akan sebuah
penyesalan. Kamu sama dengan mereka, melukai hati perempuan secara
terang-terangan.
Mungkin ketika kamu sedang berani-beraninya menyakiti hati
perempuan, kamu lupa dengan fakta itu. Fakta bahwa dari rahim perempuan kamu
dilahirkan.
Baiklah katakan saja dulu kamu punya alasan, katakanlah kamu juga
punya hak untuk meninggalkan. Kalau begitu, bukankah aku juga punya hak untuk
mempertahankan? Bukankah aku punya hak untuk meminta penjelasan? Bukannya terlalu
sayang, aku pun mampu menjadi seperti kamu, benci dengan perkenalan kita,
berharap aku kembali pada saat sebelum bertemu kamu dan memutuskan untuk jatuh
cinta.
Aku juga bisa meninggalkan dan mengubur semua kenangan kita. Lebih jauh dan lebih dalam dari yang kamu kira. Hanya saja aku tak mau kamu menderita. Karena
untuk soal ini, aku tak sama seperti kamu. Aku iba, pada seseorang yang
ditinggalkan dengan alasan tak masuk akal.
Dan ya, aku iba pada diriku sendiri. Waktu itu.
Tapi dulu, setelah ditinggalkan kamu, kemudian waktu berlalu, kemudian aku berani memutuskan untuk melepaskan
kamu, berani membiarkan kamu akan berjalan sendirian dan menunduk menyesali semuanya, ternyata ditinggalkan kamu tidak sebegitu menyedihkannya.
Dan, kamu harus tahu, meski bukan dari aku, meski ini bukan mauku, kupastikan kamu
tetap akan tahu rasanya ditinggalkan, disia-siakan, diduakan, digantung tanpa
penjelasan, dipermainkan, dikecewakan, dilukai hatimu, dirusak kepercayaanmu.
Tak perlu repot-repot menolaknya, karena memang semua akan
berjalan seperti seharusnya.
Jadi,
Ketika kamu sengaja menciptakan luka, sebenarnya kamu hanya
menciptakan hal yang serupa,
untuk dirimu sendiri.
Tapi terima kasih telah pergi, ternyata aku lebih kuat dari
yang aku kira.