Sebuah Jawaban
June 03, 2018
Halo! Sebelum baca "Sebuah Jawaban", baca dulu "Sebuah Tanya" di sini.
***
Sejak awal aku sudah menyangka suatu saat yang pergi akan
merangkak menyesali. Ternyata benar, kini kau ingin berjuang memilikiku lagi.
Kau terlambat datang, Sayang. Aku sudah tak sama seperti perempuan yang dulu
tahu-tahu kau tinggalkan. Panggilan “Sayang” untukmu saja sudah terasa hambar
tak terselip kesungguhan.
Tapi, sungguh, aku baru tahu alasan kau akhirnya memilih
pergi. Apa? Mengobati luka? Apa sesakit itu bersanding dengan
ketidaksempurnaanku? Apa memutus yang salah selalu lebih mudah dari pada
memberi tahu yang benar?
Rasa dendam itu memang sudah meredam. Sudah tak ada lagi
bagian darimu yang membuatku marah ataupun gundah. Aku bahkan bersedia kita
berteman, tapi ... kalau mengulang jalinan perasaan, jawabanku adalah tidak.
Sudah terlalu banyak kekuatan diri yang dulu kupatahkan sendiri. Sedalam itu aku
jatuh cinta denganmu. Benar-benar sedalam itu. Hingga saat kita gagal, kuanggap
darimulah seluruh sebab berpangkal.
Aku terlalu sibuk mencari cara untuk terus membahagiakanmu,
sampai lupa cara belajar menyelamatkan kebahagiaanku sendiri.
Buktinya, dulu, belum sempat aku berangkat untuk
mengagungkan kita, kau sudah menghilang sekerling mata. Belum sempat kupeluk
kau dengan hangat, tiba-tiba hatimu berubah arah dengan cepat.
Kemudian, kini, kau bilang ingin kembali, membawa setengah
hati yang sudah lama tak kudengar kabarnya lagi. Entahlah, keterlambatanmu
membuat aku tak ingin menyiapkan kesempatan lain. Sudah habis rasanya
garis-garis senyum yang kau cari-cari.
Tapi terima kasih kau akhirnya menyadari, bahwa ternyata
memang akulah perempuan satu-satunya yang paling mengerti. Maaf, aku tak ingin
patah hati kedua kali. Tak perlu bersumpah menjadikan kita abadi, dulu kau juga
pernah berjanji tak akan pernah menjadikanku sendiri. Ternyata? Dusta.
Pergilah, pergi.
Jangan datang hanya untuk menyesali dan bilang ingin
kembali.
Pergilah, pergi sajalah, lagi.
Aku berhenti.
3 komentar
Waaaaaaa:")
ReplyDeleteInimah cerita aku euy:"(
ReplyDeleteSetiap pertemuan selalu ada perpisahan, hati yang sudah kembali pulih juga tidak bisa melenyapkan sebuah luka. Ia hanya meghapus luka, namun masih mengabadikan bekas sisa.
ReplyDeleteTulisan yang menyentuh, mbak Nawang. Ditunggu kunjungan baliknya.