Aku perempuan yang tak apa menjadi gila. Kalau memang mencintaimu
hanya nyata dalam lamunan. Aku tak apa menjadi narapidana. Kalau memang
mencintaimu adalah tindak kekerasan. Aku tak apa menjadi tua dan menyebalkan. Kalau
memang mencintaimu tak bisa kurasakan di usia belasan.
Selama kamu masih menjadi sebuah alasan, kenapa aku harus
pergi dan meninggalkan? Selama aku masih bisa bertahan, kenapa aku harus
menyerah dan menciptakan penyesalan?
Kehidupan tak selalu berjalan mulus dan lancar. Ada lubang
dan tanjakan. Dan ini bukan soal bagaimana caramu sampai di ujung jalan. Ini
tentang sekuat apa kakimu berpijak di bumi untuk meneruskan langkah-langkahmu. Pun
demikian, cinta yang sedang duduk manis menantiku. Di ujung sana, jauh sekali,
seseorang menantikanku dengan cerita-ceritaku, dengan pengalaman-pengalamanku,
apa saja yang aku lalui, apa saja yang aku dapatkan, ilmu dan gelar apa yang
telah ku raih. Dia akan mendengarkan semua ceritaku. Dengan perhatian dan
senyuman manis, menghargaiku.
Lalu, entah kenapa, sejak kapan dan bagaimana, aku telah
berharap dan meminta pada Tuhanku, seseorang itu adalah kamu.
Maka untuk sekarang, biarlah teman menjadi teman. Semua memang
berawal dari teman. Untuk sekarang, aku akan menjadi teman yang baik untukmu
dan menjadikanmu teman yang baik untukku.
Selanjutnya, entah apa, terserah pada
usaha, doa, dan semesta. Hanya akan menjadikan kita sebuah cerita, atau malah
sepasang kekasih yang berbahagia.
Tapi munafik jika aku hanya akan mengikuti alur dengan
biasa-biasa saja. Bahkan untuk perkenalan kita yang lamanya belum seberapa, aku
mulai ketakutan. Aku takut ada seseorang datang mengacaukan. Aku takut ada
perempuan lain yang datang dan dia lebih mahir membuatmu nyaman. Aku takut ada
laki-laki datang dan merayu, dan kamu sama sekali tidak ketakutan. Aku ketakutan.
Aku takut kamu tidak pernah merasa takut sepertiku.
Suatu saat, akan kutanyakan padamu, apa pandanganmu tentang
perempuan yang berjuang diam-diam, sendirian dan penuh ketakutan? Kalau kamu
menjawab mereka lemah, itu karena kamu tidak datang untuk menguatkan. Kalau kamu
menjawab tidak ada perempuan yang benar-benar seperti itu, itu karena kamu
tidak datang untuk membenarkan.
Datanglah, mari kita lihat dan buktikan, perempuan yang
berjuang sendirian diam-diam penuh ketakutan itu benar adanya, atau hanya tokoh
dalam narasi biasa.
Kalau ada, perjuangkan aku. Dekap aku karena ketakutanku. Jadikan
aku ratu dan bahagiakan aku. Karena, aku perempuan yang seperti itu. Tak pernah
bilang apa saja selama ini yang aku korbankan, bagaimana ku lalui malam tanpa
kabar, bagaimana aku mengatur pikiranku sendiri untuk sebuah prasangka baik dan
menenangkan. Aku perempuan yang seperti itu, sendiri karena kamu belum datang
menemani, kesepian menggigil karena rindu yang dingin ku habiskan sendiri. Aku perempuan
yang seperti itu, kamu tahu? Begitu ketakutan hingga rasanya ingin berlari
kepadamu, berteriak didepan wajahmu, “aku suka padamu!”, kemudian membatu
menunggu kamu mengerti dan menerjemahkan sendiri teriakanku.
Kalau kamu sudah selesai membaca, perkenalkan. Aku perempuan
tidak tahu diri banyak pengharapan, Nawang Nidlo Titisari.
Bondowoso, akhir bulan, awal tahun.