Dialogue #2: I meet someone like me. People called him as "you".

September 17, 2023

May berlarian ke kamarnya. Membuka pintu dengan sangat terburu-buru. Pintu terbuka lalu ia mengatur napasnya sebentar. Tak lama, ia melanjutkan langkah cepatnya menuju tumpukan buku-buku di rak bukunya. Ke atas ke bawah kepalanya mencari-cari satu judul buku. Kanan ke kiri ia baca satu-satu. Hingga napasnya mulai teratur dan tidak tersengal-sengal, ia akhirnya menemukan satu buku hitam berukuran cukup besar seperti album foto zaman dulu.


Buku Tahunan SMA X.

"Nah, ini!" Senyumnya lebar sekali.

Dia membuka halaman per halaman, memindai nama-nama siswa yang lulus bersama dengannya tahun 2014. Telunjuk kanannya berselancar dari sudut atas hingga sudut kertas yang lain. Setelah lima halaman nihil, May akhirnya menemukan nama yang ia cari.

"Armadyo Nugrah. Ternyata kamu tuh ini. Armadyo Nugrah," May tersenyum. "Armadyo Nugrah." May memandangi foto, nama, tanggal lahir, dan informasi lain yang tertera di buku tahunan itu. Wajah laki-laki itu yang ia temui dengan tidak sengaja di parkiran mal.

May tahu ia pasti pernah bertemu laki-laki itu di suatu tempat dan masa. May hanya belum yakin kapan dan di mana tepatnya. Baru ketika Raha, sapaannya, mengajaknya berkenalan (lagi, dengan kesadaran dua-duanya) dan mengobrol, May akhirnya tahu bahwa mereka dulu bersekolah di sekolah yang sama dan lulus di tahun yang sama pula.

"Maya."
May menoleh menghentikan aktivitasnya mencari kunci motor dan tiket parkir. Ia terdiam dan menebak apakah orang yang sedang duduk di atas motor dan berhelm full face ini memanggilnya atau memanggil Maya-Maya yang lain. Ia tak mau salah tangkap karena banyak orang berlalu-lalang di parkiran saat ini. May melanjutkan langkahnya setelah menoleh. Satu, dua langkah.
"May."
Orang itu masih di posisi yang sama. Seluruh wajahnya tertutup, yang terlihat hanya matanya. May bingung dan memeriksa sekitar. Tapi, tidak ada orang yang mendekat ke motor dengan mesin menyala di samping kirinya ini. Lagipula, May merasa kalau orang itu melihat ke arah May. May menunjuk dirinya seolah bertanya pada orang itu, apakah May yang orang itu panggil adalah May yang ini.
"Maya Widuri, kan?" Tanya orang itu, dengan helm tetap bertengger di kepalanya.
May mendekat.
Mesin motor dimatikan.
May semakin mendekat, karena ia diklakson motor yang akan lewat.
Orang itu membuka helmnya. Wajahnya kini terlihat jelas. Tapi May masih terdiam. Ia tidak terlalu ingat siapa yang ada di hadapannya sekarang.
May hanya membalas dengan mengernyitkan dahi.
"Aku Raha. Anak IPS 2. Kamu nggak inget, ya?"
May menggeleng, tapi masih menyimak dan merasa tidak bisa pergi sekarang. Wajah dan suara laki-laki itu cukup menawan May.
"Kita satu angkatan."
"Oh iya?" May akhirnya mulai menyahut. "14? Siapa tadi nama kamu? Raga? Aku nggak inget kita seangkatan, tapi wajah kamu memang familier, sih."
"Raha. Aku memang nggak banyak keluar kelas. Tapi aku tau anak kelas sebelah ada yang namanya Maya Widuri."
"Mmm," May hanya mengangguk.
"Kamu, mau pulang?" Raha menunjuk ke arah May tadi berjalan.
"Umm," May mengecek jam di tangannya.
"Mau ngopi dulu, nggak, sebentar? Buru-buru, nggak? 30 menit?"
May sedikit kaget dan lalu menaruh curiga. Baru ketemu, mengajak mengobrol? 
Jangan sampe nawarin asuransi! Ucap May dalam hati.
Tapi, alih-alih menolak dan lanjut pulang, ia mengiakan ajakan Raha. Apa yang mendorongnya untuk percaya dan tidak kabur dari pertemuan ini, May tidak tahu pasti. May hanya merasa ia tidak boleh melewatkan pertemuan ini.

Mereka masuk berdua ke kedai kopi di sisi luar mal. Setelah memesan, mereka duduk di kursi dekat jendela. Sepanjang percakapan, May hanya menjawab dan tidak bertanya balik. Padahal dulu semasa sekolah, May banyak bicara dan Raha lebih suka diam.
Dan, satu setengah jam telah berlalu. May mulai merasa aman dan yakin kalau Raha bukan pegawai asuransi yang mencari nasabah dalam kesempatan-kesempatan seperti ini. Satu-dua topik mulai mengalir pada obrolan yang lebih panjang. May punya firasat ini akan berujung baik. Hanya satu yang perlu ia pastikan. Apakah laki-laki wangi yang cara bicaranya bagus sekali ini sudah punya pacar atau belum.

"Kamu biasanya ke Bandung dengan? Keluarga?" Tanya May setelah menyedot sedikit minuman non coffee-nya.
"Iya, seringnya sama keluarga. Dulu cukup sering juga sama gandengan. Sekarang, karena nggak ada yang digandeng, jadinya sama keluarga terus."
"Oh, gitu. Udah lama?"
"Apanya?" Jawab Raha dengan cepat dan menatap May dalam. 
May ... mulai kehilangan pegangan.
Wah, nggak beres, ni. Pelan-pelan, Pak Supiiir. 
May mengoceh di dalam hatinya.
"Nggak, nggak. Skip aja," May mencoba menjawab dengan santai dan tertawa kecil.

Dua jam, tiga jam, ternyata 30 menit penentu awal telah berjalan dengan sangat baik sehingga keduanya menjadi sangat nyaman di dalam sana. May lalu berpamitan setelah membereskan barang-barangnya. Ia bilang, ia senang karena tadi disapa.

Pulang ke rumah, setelah menemukan foto dan data diri Raha di buku tahunan, ponsel May berbunyi.
Raha mengirim pesan di media sosial.
Aku follow kamu dari 2018. Wkwkwk. Pasti nggak ngeh. Hi, May. :p

Maya tahu, hatinya kini sedang tidak bisa santai.

  • Share:

You Might Also Like

9 komentar